MSS 2013, saya mungkin harus berterima kasih padanya. Karena melaluinya, saya bisa ‘mengunjungi’ rumah kawan-kawan saya di ujung pulau Sumatera, Aceh. Aceh sudah mengakrabi telinga saya sejak kecil. Bukan karena saya tinggal dan besar di sana, tapi karena Ayah berasal dari bumi serambi Mekah itu.
Jujur, saya merindukan Aceh. Rindu dengan keluarga yang dulu ada di sana. Rindu dengan alamnya tentu saja. Delapan tahun sudah sejak terakhir kali saya mengunjungi Aceh, dan sekarang belum ada kesempatan untuk bertandang lagi ke sana. Mungkin karena sudah tidak ada keluarga yang bisa saya kunjungi lagi.
Kini, saya memiliki beberapa kawan di sana. Kawan-kawan yang saya temukan di kompetisi MSS 2013, Bang Citra, Bang Dicko, Asy, Kakak Piyoh 😀 dan lain-lain. Meskipun saat itu kami semua belum menjadi finalisnya, tapi kami sudah saling kunjung mengunjungi. Buat saya, itu sudah lebih dari cukup. Saling bertegur sapa meski lewat dunia maya dan saling menyemangati meski sedang berkompetisi.
Sampai akhirnya, satu yang saya sadari betul-betul. Saya merindukan Aceh jauh lebih dalam dari yang saya duga. Trauma adalah alasan saya dulu sekali tiap Om Agam mengajak saya sekadar main ke Aceh. Tapi sekarang keinginan saya kuat dan membuncah selayaknya rindu yang berloncatan riang.
Rekam gambar yang disajikan kawan-kawan di Aceh membuat keinginan saya semakin kuat untuk bisa segera berkunjung ke sana. Semoga tahun ini ada terselip kesempatan saya menyambanginya. Dan pastinya akan bertemu kawan-kawan yang selama ini hanya menyapa lewat jemari dan juga kata. Semoga.
Aceh yang mulai menggeliat lewat industri pariwisatanya, pasti akan semakin maju dan tak kalah dengan daerah lain di Nusantara, apabila digawangi pemuda-pemuda macam kawan-kawan saya tadi. Para pemuda yang mencintai negerinya sedemikian rupa dan mencoba mensukseskan Visit Aceh 2013 kali ini. Pada akhirnya, saya hanya bisa bersyukur sempat ‘dipertemukan’ dengan orang-orang hebat macam mereka. Para sobat Aceh. :’)