Hai Tuan (?)

Hai Tuan (?)…

Sore ini, cuacanya tidak dingin seperti kemarin. Hari ini cenderung hangat, sehangat dekapmu yang terakhir kuingat. Aku kembali mengingat obrolan kita yang mengalir tanpa ada sekat. Kukatakan padamu aku ingin menikmati senja di Papua suatu hari nanti. Tempat yang menurutmu jauh untuk kujangkau saat ini tapi tidak suatu hari nanti.

Aku juga masih ingat kau menjanjikanku sebuah sore indah dengan lembayung senja memeluk pantai dimana debur ombak jadi irama paling indah yang akan selalu kudengar. Kita berdiri di tepi pantai itu, tanpa bicara, hanya menikmati senja yang kian memudar tertelan petang. Membiarkan riak-riak ombak menggulung memeluk mata kaki seolah mengajak kita untuk menuju peraduannya.

Mungkinkah itu Tuan?

Aku selalu berkisah tentang Ksatria Langit yang kerap kali datang saat sore menjelang. Aku tahu, kau selalu bersungut saat mataku berbinar menceritakan tentang Ksatria Langit impianku itu. Apakah kau cemburu, Tuan?

Maaf, aku tak bermaksud membuatmu tersaingi oleh Ksatria Langit impianku. Kamu tetap Pangeran untukku, entah Pangeran Bertopeng ataupun Pangeran Tupai. Kamu sudah punya singgasana sendiri di hatiku.. Sedangkan Ksatria Langit ia hidup di imajiku yang sudah kupahat sejak aku kecil dulu.

Jadi, kuharap kau mau sedikit bersahabat dengan Ksatria Langit. Maukah kau memenuhi permintaanku? Aku hanya ingin segera menemukan Puteri Kembang Turi untuk menemani Ksatria Langit di perjalanan imajiku. Maukah kau membantuku menemukan sang Puteri, Tuan?

Aku yakin, ini juga akan menjadi cerita seru kita yang bisa kuceritakan kepada mereka, jagoan dan puteri cilik kita sebagai sebuah dongeng manis sebelum tidur. Kuharap kau mengabulkannya.

footprints-of-god

Nona Senja, 11 Desember 2012

*foto diambil di sini

Dongeng Minggu 29: Nyanyian Pangeran Nyamuk

Hai-hai..tidak terasa, sudah hampir satu bulan tidak berjumpa di Dongeng Minggu ya? Musim hujan sudah datang ternyata, nyanyi lirih si kodok bulan lalu terjawab sudah. Nah, di musim hujan seperti sekarang ini banyak sekali makhluk hidup yang memilih untuk tidur!

Salah satunya itu, Lion si singa. Dia hewan yang suka sekali tidur apalagi di musim penghujan seperti sekarang. Tapi setiap kali tidur, Lion selalu diganggu oleh suara-suara denging yang sangat nyaring di telinga. Seperti siang ini, Lion si singa tengah asyik mengenyakkan diri di sarangnya sambil mendengarkan dendang rindu sang hujan yang datang menghujam. Ditengah-tengah usaha Lion untuk tertidur, sayup-sayup terdengar di telinga Lion sebuah suara yang cukup mengganggu.

“Ngiiiiiiiiiing….ngiiiiiiing”

“Aaarrgh…”

“Ngiiiiiing… ngiiiiiing…”

“Rrrrrr….”

Ternyata, itu adalah suara denging si nyamuk yang terbang disekitar telinga Lion. Meskipun suara denging nyamuk begitu mengganggu, Lion akhirnya berhasil tertidur dan bermimpi.

“Hmm…aku dimana ya?” batin Lion sambil celingak celinguk mencari tahu keberadaannya.

Saat sedang asyik mencari tahu, mata si Lion menangkap sesosok makhluk yang tengah asyik berdendang di bawah  pohon.

“Hai..kamu sedang apa?” sapa si Lion.

Terkejut dengan si Lion, membuat nya langsung bangkit berdiri.

“Hai..aku Moqi si Pangeran Nyamuk.” Jawabnya ceria.

“Aku lion. Kamu sedang apa duduk di bawah pohon itu moqi?” tanya Lion masih penasaran.

“Aku sedang bernyanyi, Lion. Menirukan suara alat musik dan juga berdendang ceria agar selalu bersemangat!” terang Moqi sambil asyik menari-nari kecil.

“Oh ya? Bagaimana mungkin kamu bisa bernyanyi dengan bagus? Aku selalu mendengar suara nyamuk itu bising dan mengganggu di telingaku!” ujar Lion tak mau kalah.

“Ahahahaha…”

Mendengar protes si Lion, Moqi justru tertawa terbahak-bahak. Lalu dengan sabar, ia menjelaskan kepada Lion sambil membawanya berkeliling di negeri para nyamuk.

“Di negeri nyamuk, semua warganya senang berdendang Lion. Setiap hari, kami bernyanyi. Tidak peduli hari sedang cerah ataupun hujan kami tetap bernyanyi.” Jelas Moqi panjanglebar.

Lion mendengarkan dengan seksama sambil berdecak kagum karena mendengar suara nan merdu yang ia dengar tiap kali melewati segerombolan warga nyamuk.

“Lalu, mengapa aku justru mendengar suaramu hanya dengung nyaring yang mengganggu saja Moqi? Tidak seperti sekarang. Yang aku dengar nyanyian merdu! Bikin aku ingin bernyanyi juga!” tanya Lion sangat bersemangat.

“Karena ukuran kami yang sangat kecil, jadi yang terdengar hanyalah dengung nyaring di telinga makhluk besar seperti kamu, juga manusia.” Jawab Moqi.

“Oh jadi begitu ya?! Aku ingin bisa bernyanyi riang dan bagus seperti kamu Moqi! Ajari aku ya…” pinta Lion penuh semangat.

“Tentu saja. Ayo, kita coba mainkan alat musikmu! Keluarkan suaramu dan tiru suara alat musik. Yuk kita coba bernyanyi bersama” ajak Moqi si Pangeran Nyamuk.

Lion si singa mengikuti anjuran Moqi si nyamuk. Tanpa sadar, nyanyi merdu keluar dari mulutnya. Kini, Lion bisa bersuara menirukan alat musik dan berdendang dengan riang. Lion si singa, terkagum-kagum dengan apa yang dihasilkannya.

Sambil tersenyum ceria, ia terbangun dari mimpinya. Sekarang, ia senang tiap kali mendengar suara denging si nyamuk. Ia akan terus mengingat bahwa itu adalah suara Moqi si Pangeran Nyamuk yang tengah bernyanyi.

***

Dongeng kali ini, terinspirasi dari kawan-kawan kecil yang tempo hari pernah bertanya kepada saya bagaimana cara bermain pianika yang baik. Bingung awalnya mencoba mengkaitkan dongeng dengan bermain pianika.

Akhirnya, setelah obrolan yang cukup panjang kami memutuskan untuk membuat cerita ‘Nyanyian Pangeran Nyamuk’. Dongeng ini dibawakan oleh Kak Nelli sebagai Lion si Singa dan Kak Tiwi sebagai Moqi si Pangeran Nyamuk.

This slideshow requires JavaScript.

Ketika Moqi si Pangeran Nyamuk bernyanyi, ia mendendangkan sebuah lagu ‘twinkle-twinkle little star’ yang membuat Lion si singa berdecak kagum. Akhirnya dengan bujuk rayunya, Moqi mengajarkan bagaimana cara bernyanyi yang indah dan menghasilkan suara menirukan alat musik.

Di sini, kami menyelipkan belajar dan bermain dengan pianika. Kami memberikan tangga lagu sederhana seperti lagu Twinkle Twinkle Little Star, Lullaby, dan juga Selamat Ulang Tahun. Adik-adik Dongeng Minggu sangat senang dan antusias sekali dengan acara bermain ini. Mereka mencatat not angka yang diberikan oleh Kak Ardi.

Setelah mencoba beberapa kali, adik-adik mulai mencoba memainkan pianka bersama-sama sesuai dengan aba-aba yang diberikan. Daaaan.. voila! Sebuah nyanyian indah pun tercipta pagi tadi. Meskipun masih ada yang bersikap malu-malu, tapi semua mau mencobanya lho!

Ternyata, di #DongengMinggu29 kali ini ada kejutan! Kak Tiwi berulang tahun ternyata! Meskipun sudah lewat sepekan lalu, tapi kejutan  manis juga sudah disiapkan. Adik-adik senang karena mendapatkan pelajaran tentang bermain pianika, dan tak lupa mendapatkan kue cokelat nan lezat dari kak Tiwi. Yummy! Sebelum pulang, kami semua berfoto bersama sambil bilang ‘pianikaaaaaa’. Klik!

Sampai ketemu di Dongeng Minggu selanjutnya yaaa, dan tunggu kejutan-kejutannya! 😉

Depok, 18 November 2012

Dongeng Minggu: Miniatur Hujan

This slideshow requires JavaScript.

September hampir usai, tapi keceriaan masih akan terus berjalan meskipun bulan tidak lagi sama. Seperti halnya hari ini, (30/09/12), kegiatan Dongeng Minggu yang ke 27 diadakan dengan tema ‘Berharap Hujan’. Kesibukan bulan ini cukup luar biasa, sampai-sampai kami lupa kalau ternyata sudah hampir di penghujung bulan September.

Saya lantas mengusulkan untuk mengadakan dongeng bertemakan hujan, yang langsung disambut baik oleh rekan-rekan lainnya. Sejujurnya saya sendiri tidak punya stok cerita mengenai hujan. Bahkan untuk aktivitas yang akan dilakukan anak-anak pun tidak. Tapi, di dalam kepala saya saat itu adalah “yang penting dongeng tetap berjalan”. Saya masih ada dua hari untuk memikirkan bagaimana alur cerita serta tokoh-tokohnya.

Akhirnya, cerita pun terangkai. (Untuk ceritanya, akan saya posting nanti ya)

Aktivitas yang dilakukan adalah membuat tetes hujan. Awalnya saya ingin mengajak mereka membuat sebuah diorama tentang langit dan hujan. Tapi ketika melihat adik-adik yang masih terlalu kecil dan juga waktu yang terlalu mepet akhirnya saya memutuskan untuk membuat sebuah miniatur hujan saja.

Adik-adik dibagi ke dalam kelompok kecil beranggotakan tiga orang. Hal ini dilakukan agar terrcipta kerja sama diantara mereka. Dan masing-masing dari mereka mau bertanggung jawab dengan tugasnya sendiri. Tidak mudah memang mengatur anak-anak ini. Bahkan tidak sedikit yang mengadu kalau rekan kerjanya tidak melakukan tugas sebagaimana mestinya. Tapi ini justru sebagai latihan mereka dalam berinteraksi dan bersosialisasi namun dengan cara yang asyik.

Miniatur hujan yang kami buat, bisa dijadikan sebuah pajangan sederhana dengan bentuk awan dengan tetes-tetes air hujan, yang disisipi halilintar namun ada harapan karena terlihat pelangi. Semua adik-adik dibebaskan berkreasi untuk membuat hujan mereka sendiri. Ada yang membuatnya versi dua dimensi ada juga yang membuatnya versi tiga dimensi. Saya juga sedikit memberikan gambaran untuk miniatur hujan yang bisa dijadikan hiasan kamar.

Selain itu, kenapa saya mencoba mengajak mereka membuat miniatur hujan ini, adalah sebagai latihan syaraf motorik mereka. Karena kebetulan sekali, adik-adik yang datang usianya merupakan usia bermain yang penasaran dengan hal-hal baru yang mereka lihat, serta melatih kreativitas melalui pekerjaan tangan.

Menggunting, menempel, bagian-bagian yang kecil itu jadi latihan dasar mereka. Yaaa.. memang tidak semuanya mahir dalam bermain kertas, gunting dan lem. Tapi saya lihat semua cukup tertarik dan sudah bisa dibilang mereka bisa mengikuti kegiatan ini.

Setelah semua selesai membuat hujan mereka sendiri, saatnya untuk menceritakan apa yang telah mereka buat. Wah, banyak sekali kisah yang tertoreh dari satu lembar kertas yang diberikan di awal tadi. Hmm..saya jadi ingin bikin dongeng tentang siklus air dalam bentuk permainan wayang nih. Ada yang ingin membantu? Ditunggu lhooo… 😉

Surat untuk Takita

Hai Takita…

Apa kabarmu di sana? Kakak baru saja membaca suratmu. Surat manis yang penuh harapan dan juga mewakili  mimpi banyak anak-anak di luar sana. Tidak hanya yang ‘karib’ dengan dunia maya sepertimu tapi juga mimpi mereka yang berada di pelosok negeri. Kamu tahu Takita, Kakak juga punya mimpi yang sama dengamu. Membagikan cerita ke banyak anak-anak di seluruh negeri ini. Mendengar mereka bebas berceloteh dan berimajinasi, serta belajar banyak hal tanpa terbebani rentetan tugas yang kadang merenggut waktu main mereka.

Kakak tidak seberuntung kamu Takita, yang dihadiahi baaaaanyak sekali cerita dari Ayah, Bunda, dan kakak-kakak yang peduli. Tapi, kakak cukup beruntung mendengar sebuah cerita yang selalu kakak dengar sejak kecil. Yaitu Si Kancil. Iya, si kancil musuh nya Pak Tani, Takita. Ibu kakak selalu menceritakan cerita itu berulang-ulang, tapi kakak tidak pernah bosan. Meskipun hanya satu cerita, tapi hal itu membawa kenangan manis untuk kakak ketika dewasa. Dan kakak ingin sekali adik-adik di luar sana juga merasakan kebahagiaan kecil itu melalui cerita.

Oiya, kakak senang sekali bercerita Takita (meskipun saat ini suara kakak sedang hilang 😦 ), setiap hari Minggu kakak dan beberapa teman senang mengumpulkan anak-anak yang tinggal di sekitar rumah. Kami biasa mendongeng cerita-cerita, baik yang diangkat dari buku ataupun cerita buatan kami sendiri. Selain dongeng, ada juga games dan aktivitas yang berkaitan dengan tema dongeng kala itu.

Seperti tema yang mengangkat tentang cerita Gurita, adik-adik kakak ajak untuk membuat sebuah miniatur gurita dari gelas air mineral. Kakak juga pernah ajak mereka membuat pembatas buku dari kertas bekas ketika tema hari itu adalah Perpustakaan. Wah, pokoknya seru deh! Hehe.. Kakak juga biasanya ajak adik-adik ini bernyanyi bersama. Mengenalkan lagu anak-anak yang pernah kakak dapat sewaktu kecil. Soalnya kakak sedih Takita, mereka hanya mengenal lagu orang dewasa kekinian saja. Huks… Tapi syukurlah, sekarang mereka sudah bisa menyanyikan lagu-lagu seperti “Aku Bisa”, “Becak”, “Ikan di dalam Kolam” (nah, lagu ini diciptakan oleh salah seorang teman kakak) dan masih banyak lagi yang lain.

Wah.. kakak sampe lupa ngenalin. Kegiatan kakak dan teman-teman ini namanya Dongeng Minggu. Kenapa Dongeng Minggu? Sebenarnya sih iseng saja, kegiatan utamanya adalah mendongeng dan diadakan setiap hari Minggu, jadi biar enak nyebutnya kakak dan kawan-kawan sepakat untuk menamakannya Dongeng Minggu. Kegiatan ini rencananya akan diadakan berkeliling Takita. Jadi tidak hanya adik-adik di sekitar rumah kakak saja yang bisa mendengarkan cerita, tapi juga adik-adik yang ada di tempat lain. Tidak melulu adik-adik yang duduk di bangku sekolahan, tapi juga mereka yang aktif di jalanan.

Oiya, kalau kamu sempat, datang dan main bersama dengan adik-adik di Dongeng Minggu yuk, Takita. Mereka pasti senang dengan kedatangan kamu dan kakak-kakak Indonesia Bercerita lainnya. Tetap semangat mengingatkan Ayah, Bunda, dan kakak-kakak yang kadang terlampau sibuk ini yaa Takita..  🙂 Dan kakak juga akan terus dukung Takita untuk menyebarkan semangat bercerita kepada setiap orang yang kakak kenal.

Jangan bersedih lagi ya Takita.. oiya, kakak ada satu cerita untuk kamu nih.. Semoga kamu suka ya.. “Kisah Peri Warna

Peluk Cium untuk Takita,

Kak Wulan 🙂

Sepenggal Maaf

Hai, kamu! Teman, sahabat, keluarga yang ada di luar sana… Maafkan aku karena absen beberapa hari ini, dengan tak lagi ‘bersuara’ seperti biasanya. Aku kehilangan suaraku, sehingga cerita tak lagi terlontar dari mulut ini. Sedih rasanya.. Bercerita itu kebutuhanku, meskipun jemari ini selalu mewakilkannya tapi tetap saja aku juga membutuhkan suaraku..

Kadang aku kesal, ketika mencoba membacakan cerita yang ada hanya parau saja yang terdengar. Aku bosan karena harus berdiam diri ketika lagu-lagu manis dilantunkan. Apalagi lagu-lagu kesayangan yang tiap minggu pagi kudendangkan bersama dengan anak-anak di rumahku. Capek karena setiap harinya harus menahan sesak di dada karena batuk tak juga reda.

Salah satu temanku bilang, aku masih bisa membagikan cerita lewat obrolan singkatku dengannya. Tapi terkadang, jempol ini seperti ‘protes’ jikalau sering bersentuhan dengan bendang mungill hitam di hadapanku sekarang. Dan biasanya kalau sudah begitu aku akan pamit undur diri. Tak peduli cerita itu sudah selesai atau mungkin baru pembukanya saja.

Di sela-sela rasa kesal, aku merenung. Mungkin memang ini yang kubutuhkan sekarang. Mengistirahatkan diri sejenak, libur dari aktivitas biasanya dan memberikan suaraku jeda untuk bisa melantunkan cerita seperti biasanya. Mungkin kemarin aku terlalu memaksakan ia-suaraku- untuk bekerja ekstra, dan lupa untuk memberinya waktu sebentar saja.

Mungkin, aku harus belajar  untuk tak lagi tidur ketika malam hendak berganti pagi. Dan mungkin, aku harus belajar untuk berkata ‘TIDAK’ jika ada yang ingin mencoba mencuri suaraku dini hari. Yaa..mungkin… mungkin.

Kawan, doakan aku segera pulih yaaa… Dan semoga si suara segera kembali kepadaku.

“Hai suara..aku merindukamu,,,jangan pergi terlalu lama yaaa…biar kita bisa kembali bercerita ;)”