Dan pada akhirnya, sebuah kematian hanyalah masalah waktu.
mengantar jiwa-jiwa kesepian yang tengah diburu rindu
Kematian pun hanya perpisahan sementara sebelum kita semua mengahadapnya
mengusung duka bagi mereka yang ditinggal
adakah semesta punya rencana? Ah, tentu saja. Semua ini memang terencana.
maka, hadapilah dengan sebuah senyuman 🙂
Langit tampak kelabu. Kilat memburu di kejauhan, mengantar gemuruh petir semakin dekat. Hujan mulai turun perlahan. Rintiknya tidak riang tapi tidak juga tergesa. Seolah sedang menikmati setiap tetes yang turun mencumbu bumi yang diam, dan tak luput membasahi setiap hati yang kini dirundung duka.
Satu persatu mereka berdatangan dari jauh. Wajah-wajah tak percaya, kaget sedemikian rupa, hingga sedih yang entah bagaimana lagi mengungkapkannya. Cemas kadang bergayut manja di salah satu wajah yang belum khatam kukenali sejak tadi. Rintik hujan mulai reda. Rangkaian bunga mulai ditata, sebagian orang lainnya tengah sibuk menyiapkan apa yang seharusnya ada mendampinginya.
Suara sirine meraung-raung membelah jalan raya. Memasuki area pemukiman yang kini tampak ramai disesaki manusia. Suara tangis mulai pecah menuai pilu, tubuh-tubuh lemas terkulai tak berdaya mulai bermunculan ketika jenazah mulai dikeluarkan.
Aku terpaku, membisu di sudut rumah tanpa bisa bergerak sedikitpun. Aku hanya bisa menatapnya dalam kebisuan dan tanpa sadar kalau air mata sudah menggenang dan siap membuncah berlarian. Aku masih tak percaya. Ia, kakak tersayang, pelatih tercinta sudah lebih dulu mendahului. Rasanya baru kemarin aku bersenda gurau dengannya perihal kematian. Iya, ia bergurau tentang kematian yang belakangan kuketahui artinya.
Ia kerap berjanji akan segera pulang dalam dua hari saja. Dua hari ia berjanji. Padaku dan jua mbok Komang. Dan kini, ia menepati janjinya, hanya sayang dalam kondisi yang berbeda.
Ida Bagus Putu Yogi. Seorang kakak, sahabat, orang tua, pelatih yang teramat aku dan juga kawan-kawan Paduan Suara Swara Darmagita sayangi. Ia telah memiliki posisi tersendiri dihati masing-masing kami, adik-adiknya.
Aku jarang berbicara dengannya, sesekali saja. Tapi aku tahu betul, obrolan kami selalu saja memiliki kesan yang sangat dalam. Setidaknya untukku. Aku ingat terakhir kali kulihat ia bersama dengan kawan-kawan Twilite Chorus sebelum keberangkatannya ke Australia untuk melakukan konser di sana. Aku, sebagai salah satu delegasi dari pihak media tak pernah menyangka akan bertemu dengan Om Bewok-sapaan ku untuknya- di tempat itu. Sesaat setelah gladi bersih, setelah melakukan wawancara dengan Om Adie.
Dia takjub. Aku menyadari ada rona bahagia ketika melihatku ada di sana, melihat aksi panggungnya secara langsung. Dan aku tahu dia sangat tulus kala mengucap rasa terima kasih karena aku berada di sana. Ah, haru itu kembali datang.
Aku masih juga ingat, malam tahun baru yang dihabiskan di rumahnya bersama kawan-kawan lainnya. Saat itu kondisi kesehatanku sedang menurun. Ia mengenalkanku kepada Biyang, Ibunda yang ia sayang. Cemas ia dengan kesehatanku yang menurun ia curahkan pada Biyang. Tanpa ragu ia meminta Biyang untuk melihat kondisi kesehatanku.
Malam pergantian tahun. Diisi dengan senda gurau dan celoteh riang seperti biasa. Tapi terselip juga sebuah cerita yang tertuang di ruang tengah rumahnya. Membuatku tercenung cukup lama dan menyelami apa yang ia sampaikan saat itu. Aku tidak pernah tahu apa yang ia maksud, tapi kata-katanya hanya aku simpan saja di sini. Diingatanku, hingga kini.
Aku juga masih sangat ingat, bagaimana ia menyadarkanku sesaat setelah kami semua turun panggung. Aku tidak sadarkan diri tiba-tiba. Sayup-sayup kudengar suaranya menyebutkan sebuah buku yang sangat kuincar sejak lama. Benar saja, saat kubuka mata kulihat wajahnya dengan senyum ceria seperti biasa menggenggam buku tersebut. Eldest, buku yang ia iming-imingi saat aku sadarkan diri. Ah, kalau ingat kejadian haru pasti datang padaku tiba-tiba.
Om Bewok, pribadi yang unik dan menarik, punya semangat yang tinggi, kawan cerita yang selalu menyenangkan, dan selalu ada memberikan semangat untuk aku, dan juga kawan-kawan lainnya. Aku tahu ia telah pergi untuk selamanya, tapi aku hanya merasakan kalau ia hanya pergi sementara. Seperti biasanya. Ia hanya pergi untuk membawa harum nama Indonesia melalui musik bersama dengan anggota Twilite lainnya. Itu saja.
Ia selalu ada bersama aku, bersama kami semua, keluarga besar paduan suara yang pernah mengenalnya. Selamat jalan kakakku tersayang, Ida Bagus Putu Yogi. Baik-baik selalu di sana, sampaikan pada Tuhan untuk senantiasa menjaga kami semua di sini, seperti Tuhan menjagamu dengan baik saat ini.
*Ida Bagus Putu Yogi meninggal pada tanggal 21 Oktober 2012 di RS Pasar Rebo. Upacara Ngaben dilakukan di Bali pada tanggal 1 November 2012.